MASALAH SOSIAL

02.48 Unknown 0 Comments



MASALAH SOSIAL DI INDONESIA  

 
Masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Contoh-contoh masalah social yang terjadi di Indonesia :

Kemiskinan
            Di Indonesia sendiri terjadi banyak masalah social yang tidak kunjung terselesaikan, salah satunya adalah masalah kemiskinan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 1996 masih sangat tinggi, yaitu sebesar 17,5 persen atau 34,5 juta orang. Hal ini bertolak belakang dengan pandangan banyak ekonom yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya mengurangi penduduk miskin.
Perhatian pemerintah terhadap pengentasan kemiskinan pada pemerintahan reformasi terlihat lebih besar lagi setelah terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Meskipun demikian, berdasarkan penghitungan BPS, persentase penduduk miskin di Indonesia sampai tahun 2003 masih tetap tinggi, sebesar 17,4 persen, dengan jumlah penduduk yang lebih besar, yaitu 37,4 juta orang.
Bahkan, berdasarkan angka Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2001, persentase keluarga miskin (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) pada 2001 mencapai 52,07 persen, atau lebih dari separuh jumlah keluarga di Indonesia. Angka- angka ini mengindikasikan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan selama ini belum berhasil mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia.  
Pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program- program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin.Hal itu, antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan.
Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya. Hal ini lah yang menjadi penyebab lambannya pengetasan kemiskinan di Indonesia.

Masalah Budaya

Berikut ini adalah beberapa masalah budaya Indonesia:

1. KURANGNYA REGENERASI
Jarang sekali generasi muda yang mau "nguri-uri" budaya  sehingga dikhawatirkan bila tidak diadakan regenerasi maka kedepannya generasi muda tidak mengenal lagi kebudayaan bangsa sendiri

2. KURANGNYA RASA MEMILIKI
Masih ingat peristiwa Malaysia yang ingin mematenkan reog, tari tor - tor, batik, dll? Bagaimana reaksi kita saat itu? marah, emosi, geram? mengapa perasaan seperti itu baru muncul setelah negara tetangga tersebut ingin mengklaim budaya yang selama ini menjadi milik kita? Karena kurangnya rasa memiliki sehingga kita cenderung menyepelekan budaya yang telah kita miliki

3. KURANGNYA PENGHARGAAN DARI PEMERINTAH
Harus diakui bahwa pemerintah kita kurang memperhatikan budaya Indonesia. Para pelaku serta pemerhati dunia budaya masih kurang mendapatkan apresiasi dari pemerintah sehingga bisa dikatakan bahwa budaya masih menjadi prioritas kesekian dari jumlah daftar prioritas bagi pemerintah. Ini terlihat dari minimnya anggaran yang disediakan pemerintah untuk program - program budaya Indonesia

4. KONSEP PELESTARIAN BUDAYA YANG KURANG TEPAT
Melestarikan budaya tidak berarti hanya melakukan sesuatu demi tetap adanya sebuah budaya tersebut, tetapi lebih dari itu. Pelestarian budaya sangat berhubungan dengan regenerasi dan sikap memiliki. Karena tanpa kedua hal tersebut, mustahil pelestarian budaya bisa dilakukan dengan maksimal

5. MASYARAKAT YANG TERLALU MUDAH MENYERAP BUDAYA LUAR
Bisa dibilang generasi muda sekarang lebih menyukai film box office bila dibanding dengan menonton wayang semalam suntuk. Remaja sekarang lebih senang mengenakan baju model Korea bila dibanding mengenakan batik ataupun kebaya. Ini terjadi karena masih adanya anggapan bahwa keren = luar negeri sehingga budaya - budaya dari luar negeri lebih mudah diserap oleh masyarakat Indonesia.


Bencana alam

Disini saya hanya akan membahas tentang banjir,banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Karena mungkin bencana alam yang paling sederhana pencegahannya adalah banjir.


Kenakalan Remaja
Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan “hanya” antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.
DAMPAK PERKELAHIAN PELAJAR
Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.
PANDANGAN UMUM TERHADAP PENYEBAB PERKELAHIAN PELAJAR
Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari keluarga dengan ekonomi yang lemah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini. Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga mampu secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah.
Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.
TINJAUAN PSIKOLOGI PENYEBAB REMAJA TERLIBAT PERKELAHIAN PELAJAR
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.
1. Faktor internal. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
2. Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
3. Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
4. Faktor lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.

SOLUSI MENURUT SAYA
Menurut saya,semua masalah social di Indonesia ini dapat di cegah,mulai dari kemiskinan,mungkin ini masalah yang sejak dulu  tidak selesai-selesai di tangani oleh pemerintah Indonesia ,bukannya kewajiban pemerintah itu mensejahterakan rakyatnya ? tapi kenapa di sini sulit sekali,mungkin yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan sejumlah dana untuk para warga kurang mampu agar dapat membuka usaha kecil untuk membiayai hidup nya agar lebih sejahtera dari sebelum nya.
Masalah budaya,ini adalah masalah yang paling sulit diatasi menurut saya,karena sekarang budaya luar sangat mudah masuk ke Negara kita,ditambah akses untuk melihat budaya yang ada di luar negri sangat mudah,mungkin solusinya adalah ,lebih sering mengadakan acara yang ada di televisi tentang bagusnya budaya kita,agar para masyarakat juga berminat untuk memakainya,dan mungkin harga barang produk lokal juga sedikit di turunkan,karena waktu itu saya melihat,ada batik jogja dengan batik dari Negara lain,ketika orang Indonesia memilih,malah batik dari Negara lain yang dipilih ,kenapa? Karena batik luar negerti itu lebih murah dan bahannya lebih bagus dari yang kita punya,jadi mungkin harga di sesuaikan  dengan kualitas.
Masalah social bencana alam,mungkin bencana alam ini tidak bisa di duga-duga tapi mungkin dapat di perkecil persentasi terjadinya bencana alam,seperti yang paling mudah di cagah menurut saya adalah banjir,seperti di Jakarta,bagaimana tidak terjadi banjir ,sungai di Jakarta saja isinya sampah semua,bagaimana air akan mengalir sebagaimana jalurnya kalau di tutup oleh sampah? Jadi solusi yang paling baik dan benar disini adalah buanglah sampah pada tempat sampah,bukan di kali,sungai,atau tempat mana pun,karena itu akan menyebabkan dampak negatif,butuh kesadaran dalam membuang sampah ini,saya heran kenapa buang sampah pada tempatnya aja sulit,padahal banyak sekali tempat-tempat sampah di pinggir jalan,kenapa orang itu tidak membawa sebentar sampah itu dan membuang pada tempatnya.
Masalah social yang terakhir adalah kenakalan remaja,yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan adalah masalah tauran pelajar,bahkan lebih aneh lagi yaitu tauran MAHASISWA ,seharusnya mahasiswa bisa lebih dewasa dalam menyelesaikan masalah bukan malah ikutan tauran,kembali kepadan masalah remaja ,tauran pelajar,atau biasa dilakukan oleh pelajar SMA,atau sekolah kejuruan,mungkin solusi  dari masalah ini adalah ,bagaimana keluarga memberikan pendidikan agama dalam diri si anak tersebut,saya yakin jika si anak diberikan pengetahuan agama yang baik dan benar dia tidak akan melakukan tindakan yang di benci oleh tuhan tersebut,saya yakin semua agama tidak mengajarkan berkelahi dengan sesama umatnya

0 komentar:

Cerita hidup

20.26 Unknown 0 Comments

Hallo semua,perkenalkan nama saya Riski Asmarahadi lahir di kota Rangkasbitung pada 29 April 1995,saya anak pertama dari 2 bersaudara,pada umur 0 tahun sampai kelas 1 SD saya masih tinggal di kota kelahiran saya yaitu rangkas,tapi setelah naik kelas 2 SD saya pindah ke kota Serang dengan alasan ayah saya pindah dinas kesana,setelah naik ke kelas 3,saya pidah lagi ke kota rangkasbitung ya dengan alasan yang sama ayah saya pindah dinas lagi kesana,saya juga kurang paham kenapa ayah saya pindah-pindah seperti itu,pada kelas 3 saya kira saya ga bakalan pindah-pindah rumah lagi karena sangat ribet mengangkut barang-barangnya,tetapi setelah kelas 4 SD naik ke kelas 5 SD saya pidah rumah lagi ke Serang ! dan disini lah banyak cerita yang terukir abadi.

      Awal masuk sekolah kelas 5 SD,saya masuk dengan baju yang sangat rapih tentunya,namanya juga anak baru,oiya sekolah SD saya bukan sekolah yang bagus sekali melainkan sekolah yang biasa-biasa saja,saya udah coba daftar di Al-Azhar tenyata gamasuk :( padahal saya termasuk murid pintar KETIKA SD ,setelah masuk duduk manis ,suasana ini sungguh berbeda ketika saya kelas 2 SD ,waktu kelas 2 saya ga segugup ini,kenapa? karena saya tau saya disana hanya sebentar jadi tidak perlu teman banyak ,setelah saya masuk kelas ,lalu datang 1 guru dan langsung saja memberi tahu bahwa disini ada murid baru dari kota rangkasbitung,dan langsung saja saya maju kedepan dan memperkenalkan diri saya dari A-Z ,pada awalnya saya selalu di ketawain sama teman sebangku karena logat saya berbeda jauh ,saya logak sunda teman sebangku saya jawa serang,waduh saya sempat kesal karena selalu di ledek tapi setelah beberapa jam mungkin mereka sudah terbiasa dan mulai mengerti kata-kata dari saya ,di kelas saya mungkin hanya ada 10 siswa dan beberapa siswi ,saya lupa jumlah tepat dari murid dikelas itu,hari demi hari minggu demi minngu sudah saya lewati di kota yang akan saya tempati beberapa tahun kedepan ,dan pada akhirnya saya hanya berteman baik dengan 4 orang saja,yaitu Fajar,Ogi,Dede,dan Angga,Angga itu murud yang paling pintar dikelas,alasannya sih klasik banget,karena dia anak walikelas,sampai akhirnya kelas 6 SD dan kami siap mengadakan ujian nasional,entah kenapa waktu SD saya takut banget ga lulus,padahal katanya SD itu lulus 100%,semejak kelas 6 itu saya kembali belajar serius dikelas,dirumah,dan saya juga mengikuti les/bimbingan belajar diluar,hari Ujian Nasional pun dimulai,kami ber-5 langsung membuat KODE untuk setiap jawaban A,B,C,dan D agar dapat memper mudah pengerjaan secara teamwork di dalam ruangan,saya masih ingat kodenya sampai sekarang cuman 4 sih kodenya,kalau jawaban A ,garuk kuping kanan,kalau B garuk kuping kiri,C pegang idung,dan D garuk-garuk rambut,gampang kan? iya gampang banget,mungkin usul saya buat yang mengadakan UN diperbanyak pilihannya,agar semua siswa memegang seluruh anggota tubuhnya untuk membantu temannya dalam ujian,oke setelah UN selesai(tetapi sebelum pengumuman)  tentu saja kami berbicara tentang mau melanjutkan ke SMP mana ,pertama saya ,saya mau masuk SMP 1 ,ogi ingin masuk SMP 2,angga SMP 4 ,fajar SMP 6,dan dede SMP 7,wah saya jadi bingung ko beda-beda begini sih ,ga lama kemudian kita tes di SMP tujuan masing-masing dan omongan yang paling saya pengen tertawa ketika mengingatnya adalah "Ki,Angga aja SMP 4 ,masa kamu SMP 1 "(SMP 1 adalah SMP Favorit di kota itu) disitu saya ngomong dalam hati "ah bu,Angga juga pinter gara-gara anak ibu aja,coba kalau ibu ga bantu,pasti biasa saja",setelah pengumuman UN saya lulus ,dan saya sangat senang sekali waktu itu ,ditambah pengumuman saya keterima di SMPN 1 KOTA SERANG ,dengan bangga saya datang ke SD saya dan bilang ke guru yang nganggep remeh saya itu "Bu,mau cap 3 jari " ibu guru menjawab "Emang kamu masuk mana ?" saya "saya masuk SMP 1 bu" dia pun hanya tersenyum,saya gatau itu senyum malu atau senang,oiya temen-temen SD saya masuk semua loh ke SMP tujuan mereka masing-masing ,hebat kan ;) ,oke kita skip cerita SD(karena emang udah selesai) langsung ke SMP.

0 komentar: