MASALAH SOSIAL
MASALAH SOSIAL DI INDONESIA
Masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara
unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok
sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan
gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau
masyarakat.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang
mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat
menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam.
Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial,
musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Contoh-contoh masalah social yang
terjadi di Indonesia :
Kemiskinan
Di Indonesia sendiri terjadi banyak masalah social yang tidak kunjung
terselesaikan, salah satunya adalah masalah kemiskinan. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 1996 masih
sangat tinggi, yaitu sebesar 17,5 persen atau 34,5 juta orang. Hal ini bertolak
belakang dengan pandangan banyak ekonom yang menyatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya
mengurangi penduduk miskin.
Perhatian pemerintah terhadap pengentasan kemiskinan pada
pemerintahan reformasi terlihat lebih besar lagi setelah terjadinya krisis
ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Meskipun demikian, berdasarkan
penghitungan BPS, persentase penduduk miskin di Indonesia sampai tahun 2003
masih tetap tinggi, sebesar 17,4 persen, dengan jumlah penduduk yang lebih
besar, yaitu 37,4 juta orang.
Bahkan, berdasarkan angka Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2001, persentase keluarga miskin
(keluarga prasejahtera dan sejahtera I) pada 2001 mencapai 52,07 persen, atau
lebih dari separuh jumlah keluarga di Indonesia. Angka- angka ini
mengindikasikan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan selama ini
belum berhasil mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia.
Pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan
kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program-
program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya
penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin.Hal itu, antara lain, berupa beras
untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang
miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang
ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan
ketergantungan.
Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan
pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin.
Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk
menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan
penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial
ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya. Hal ini lah yang
menjadi penyebab lambannya pengetasan kemiskinan di Indonesia.
Masalah Budaya
Berikut ini adalah beberapa masalah
budaya Indonesia:
1.
KURANGNYA REGENERASI
Jarang sekali generasi muda yang mau
"nguri-uri" budaya sehingga dikhawatirkan bila tidak diadakan
regenerasi maka kedepannya generasi muda tidak mengenal lagi kebudayaan bangsa
sendiri
2.
KURANGNYA RASA MEMILIKI
Masih ingat peristiwa Malaysia yang
ingin mematenkan reog, tari tor - tor, batik, dll? Bagaimana reaksi kita saat
itu? marah, emosi, geram? mengapa perasaan seperti itu baru muncul setelah
negara tetangga tersebut ingin mengklaim budaya yang selama ini menjadi milik
kita? Karena kurangnya rasa memiliki sehingga kita cenderung menyepelekan
budaya yang telah kita miliki
3.
KURANGNYA PENGHARGAAN DARI PEMERINTAH
Harus diakui bahwa pemerintah kita
kurang memperhatikan budaya Indonesia. Para pelaku serta pemerhati dunia budaya
masih kurang mendapatkan apresiasi dari pemerintah sehingga bisa dikatakan
bahwa budaya masih menjadi prioritas kesekian dari jumlah daftar prioritas bagi
pemerintah. Ini terlihat dari minimnya anggaran yang disediakan pemerintah
untuk program - program budaya Indonesia
4.
KONSEP PELESTARIAN BUDAYA YANG KURANG TEPAT
Melestarikan budaya tidak berarti
hanya melakukan sesuatu demi tetap adanya sebuah budaya tersebut, tetapi lebih
dari itu. Pelestarian budaya sangat berhubungan dengan regenerasi dan sikap
memiliki. Karena tanpa kedua hal tersebut, mustahil pelestarian budaya bisa
dilakukan dengan maksimal
5.
MASYARAKAT YANG TERLALU MUDAH MENYERAP BUDAYA LUAR
Bisa dibilang generasi muda sekarang
lebih menyukai film box office bila dibanding dengan menonton wayang semalam
suntuk. Remaja sekarang lebih senang mengenakan baju model Korea bila dibanding
mengenakan batik ataupun kebaya. Ini terjadi karena masih adanya anggapan bahwa
keren = luar negeri sehingga budaya - budaya dari luar negeri lebih mudah
diserap oleh masyarakat Indonesia.
Bencana alam
Disini saya hanya akan membahas
tentang banjir,banjir
adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam
daratan. Karena mungkin bencana alam yang paling sederhana pencegahannya adalah
banjir.
Kenakalan
Remaja
Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran,
sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan “hanya” antar pelajar SMU, tapi
juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi
adalah hal yang wajar pada remaja.
Di kota-kota
besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di
Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus
perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan
10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar
dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15
pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37
korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban
cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai
tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.
DAMPAK PERKELAHIAN PELAJAR
Jelas bahwa
perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori
dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya)
yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila
mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus,
halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan
kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin
adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan
siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para
pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk
memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar
tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka
panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.
PANDANGAN
UMUM TERHADAP PENYEBAB PERKELAHIAN PELAJAR
Sering
dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari
keluarga dengan ekonomi yang lemah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini.
Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah
sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan
ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga mampu secara
ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang
memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang
dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah.
Padahal
penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar,
masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis,
juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya),
serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.
Secara
psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai
salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan
remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi
yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian
terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi.
Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah
secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat
perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini
ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk
berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang
diharapkan oleh kelompoknya.
TINJAUAN
PSIKOLOGI PENYEBAB REMAJA TERLIBAT PERKELAHIAN PELAJAR
Dalam pandangan
psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam
diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan
kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan,
terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat
perkelahian pelajar.
1.
Faktor internal. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang
mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di
sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan
semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak.
Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja
yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi
memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah
putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain
pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk
memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka
mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka
terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat.
Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
2.
Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar
orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat
remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal
yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang
terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang
tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu
bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara total
terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
3.
Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga
yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu
harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang
tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton,
peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas
praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar
sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana
guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan
sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang
sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam
“mendidik” siswanya.
4. Faktor
lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari
remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya
lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku
buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering
menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh
kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari
lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk
munculnya perilaku berkelahi.
SOLUSI MENURUT SAYA
Menurut saya,semua masalah social di Indonesia ini dapat di
cegah,mulai dari kemiskinan,mungkin ini masalah yang sejak dulu tidak selesai-selesai di tangani oleh
pemerintah Indonesia ,bukannya kewajiban pemerintah itu mensejahterakan
rakyatnya ? tapi kenapa di sini sulit sekali,mungkin yang harus dilakukan oleh
pemerintah adalah memberikan sejumlah dana untuk para warga kurang mampu agar
dapat membuka usaha kecil untuk membiayai hidup nya agar lebih sejahtera dari
sebelum nya.
Masalah budaya,ini adalah masalah yang paling sulit diatasi
menurut saya,karena sekarang budaya luar sangat mudah masuk ke Negara kita,ditambah
akses untuk melihat budaya yang ada di luar negri sangat mudah,mungkin solusinya
adalah ,lebih sering mengadakan acara yang ada di televisi tentang bagusnya
budaya kita,agar para masyarakat juga berminat untuk memakainya,dan mungkin
harga barang produk lokal juga sedikit di turunkan,karena waktu itu saya
melihat,ada batik jogja dengan batik dari Negara lain,ketika orang Indonesia memilih,malah
batik dari Negara lain yang dipilih ,kenapa? Karena batik luar negerti itu
lebih murah dan bahannya lebih bagus dari yang kita punya,jadi mungkin harga di
sesuaikan dengan kualitas.
Masalah social bencana alam,mungkin bencana alam ini tidak bisa
di duga-duga tapi mungkin dapat di perkecil persentasi terjadinya bencana
alam,seperti yang paling mudah di cagah menurut saya adalah banjir,seperti di Jakarta,bagaimana
tidak terjadi banjir ,sungai di Jakarta saja isinya sampah semua,bagaimana air
akan mengalir sebagaimana jalurnya kalau di tutup oleh sampah? Jadi solusi yang
paling baik dan benar disini adalah buanglah sampah pada tempat sampah,bukan di
kali,sungai,atau tempat mana pun,karena itu akan menyebabkan dampak negatif,butuh
kesadaran dalam membuang sampah ini,saya heran kenapa buang sampah pada
tempatnya aja sulit,padahal banyak sekali tempat-tempat sampah di pinggir
jalan,kenapa orang itu tidak membawa sebentar sampah itu dan membuang pada
tempatnya.
Masalah social yang terakhir adalah kenakalan remaja,yang
sedang hangat-hangatnya diperbincangkan adalah masalah tauran pelajar,bahkan
lebih aneh lagi yaitu tauran MAHASISWA ,seharusnya mahasiswa bisa lebih dewasa
dalam menyelesaikan masalah bukan malah ikutan tauran,kembali kepadan masalah
remaja ,tauran pelajar,atau biasa dilakukan oleh pelajar SMA,atau sekolah
kejuruan,mungkin solusi dari masalah ini
adalah ,bagaimana keluarga memberikan pendidikan agama dalam diri si anak tersebut,saya
yakin jika si anak diberikan pengetahuan agama yang baik dan benar dia tidak
akan melakukan tindakan yang di benci oleh tuhan tersebut,saya yakin semua
agama tidak mengajarkan berkelahi dengan sesama umatnya
0 komentar: